🎍 Ilmu Sejati Al Fatihah
SuratAl fatihan 300 X dilanjutkan dengan membaca LAA HAWLA WALAA QUWWATA ILLAA BILLAAHIL ALIYYIL AZHIIM (41 x). Dengan ijin Allah SWT, rezeki akan datang dan hutang akan terbayarkan. ===== CATATAN REDAKSI: Siapapun boleh mengirim artikel ke dalam blog Kampus Orang samar ini.
HomePosts tagged 'ilmu kekayaan sejati alfatihah betina' ilmu kekayaan sejati alfatihah betina . AMALAN MEMPERINDAH SUARA. March 22, 2016 koin banyak hoki1000. amud [email protected] kiosindo.com. - kpd Nabiyulloh Yusuf A.S Al-fatihah 1x - kpd Syekh Tubagus Ma'mun banten - kpd Syekh Tubagus kuncung banten - kpd K.H Eundeur cisimeut
s16utl. Pendidikan pada intinya berada pada hubungan pendidik dan peserta didik. Apabila dua personal ini tidak ada, pendidikan hampir dapat dikatakan tidak ada. Namun lebih lengkapnya, sejatinya pendidikan membutuhkan komponen lain seperti kurikulum, sarana prasana, dan lingkungan. Hubungan keduanya menjadi penguat dalam pengembangan pengetahuan. Begitu pula, pada sisi perilaku dan keterampilan. Keduanya adalah makhluk Tuhan yang menapaki jalan kehidupan untuk mengimplementasikan tugas kekhalifahan. Pendidikan dalam kaitan ini menjadi wujud untuk menjalankan misi ketuhanan dalam memakmurkan bumi. Guru sebagai pendidik dan murid sebagai peserta didik seolah berada dalam panorama indah menjamah pengetahuan dalam nuansa titah yang mulia. Guru dan murid menjadi mulia. Keduanya mendapatkan porsi terhormat karena terus menerus menapaki petunjuk untuk kemaslahatan hidup. Guru dan murid menggunakan potensi yang diberikan oleh-Nya. Akal diarahkan untuk meraih ilmu. Hati diarahkan untuk berperilaku mulia. Anggota badan diarahkan untuk keterampilan. Keduanya memanfaatkan dan mengerahkan potensi yang diberikan oleh-Nya. Seolah, mereka sedang memuji Allah Swt yang telah memberikan anugerah yang luar biasa. Bisakah pendidikan itu memuji diri-Nya? Alhamdulillahi, Pujian Hanya Milik-Nya Sering kali kita mengucapkan alhamdulillahi rabbil alamin. Minimal, kita mengucapkan sebanyak 17 kali dalam salat sehari semalam. Lantunan kalimat ini bukan sekedar rukun dalam salat. Ia sejatinya menjadi pendorong kesadaran pada pembacanya. Pujian hanya milik-Nya. Sebagai manusia, biasanya kita memuji pada orang yang memberikan kebaikan atau memiliki keutamaan. Tak biasanya, rasanya bila kita memuji pada orang yang menghina atau berbuat buruk. Pujian itu positif, bukan berasal dari yang negatif. Pujian pasti diarahkan secara positif pada orang yang berbuat baik, bukan sebaliknya. Kalimat ini berada pada QS al-Fatihah. Ia disebut setelah ayat basmalah, bismillahir rahmanir rahim. Sebuah ayat yang menunjukkan bahwa Allah Swt Maha Penyayang dan Maha Pengasih. Dia telah memberikan kebaikan pada seluruh makhluk-Nya. Kebaikan pasti mendatangkan pujian. Allah Swt memberikan kebaikan dan memiliki kesempurnaan, sehingga yang pantas dipuji hanya diri-Nya. اَلْحَمْدُ لِلّٰهِ رَبِّ الْعٰلَمِيْنَۙ “Segala puji bagi Allah, Tuhan seluruh alam” al-Fatihah2 Dalam Tafsir Kemenag 2019 disebutkan bahwa ada ayat ini Allah Swt mengajarkan kepada hamba-Nya agar selalu memuji-Nya. Sebab, al-hamdu artinya pujian, karena kebaikan yang diberikan oleh yang dipuji, atau karena suatu sifat keutamaan yang dimilikinya. Semua nikmat yang telah dirasakan dan didapat di alam ini dari-Nya, sebab Dialah yang menjadi sumber bagi semua nikmat. Hanya Allah Swt yang mempunyai sifat-sifat kesempurnaan. Karena itu Allah Swt sajalah yang berhak dipuji. Muslim yang sadar pasti akan mendorong hatinya untuk memuji diri-Nya. Bukan hanya ucapan, yang itu menunjukkan pujian kepada-Nya. Tapi kesadaran dan perilaku akan indah bila dikaitkan sebagai pujian kepada-Nya. Sikap yang baik dan perilaku yang mulia menjadi cermin pujian karena mewujudkan sesuatu sesuai dengan arah kebaikan-Nya. Perilaku mulia ini dapat terwujud apabila manusia menyadari sebagai khalifah di muka bumi. Pendidikan sangat berperan penting dalam hal ini. Sejatinya memuji Allah Swt menjadi arah pendidikan. Pendidikan mengajarkan, memahamkan, dan mendorong kesadaran untuk berbuat baik, layaknya Allah Swt yang telah memberikan contoh pada ayat-Nya. Pujian kepada-Nya dicirikan dengan penggunanaan potensi yang dikembangkan. Karena, tidak ada satu pun di alam ini yang dapat menciptakan akal, jasad, konasi, dan jiwa kecuali Yang Maha Menciptakan. Pendidikan, guru, dan murid bukan hanya berkisar pada mengajarkan pujian. Ia pun menjadi pusat kesadaran dalam rangkaian pujian kepada-Nya. Sentuh dengan Pujian Murid atau anak akan terus menciptakan produk pemikiran dan perilaku baik, apabila ia dipuji. Setiap hasil belajar layak untuk dipuji. Bukan hanya berkisar nilai angka, namun penumbuhan penghargaan yang positif kepada mereka mendorongnya untuk terus berkembang. Memuji mereka di saat yang tepat sesuai pencapaian akan menumbuhkan semangat untuk membangun diri. Diri yang terbangun positif akan menciptakan peradaban. Sebagaimana, ajaran ayat di atas pujian pada-Nya yang telah mengatur dan mendidik رَبِّ الْعٰلَمِيْنَۙ. Guru yang merasakan sisi ketuhanan selayaknya menerapkan pujian untuk meningkatkan semangat membangun. Alam yang diciptakan, kemudian diatur sedemikian rupa oleh-Nya. Frase ini mengajarkan penciptaan, pengaturan, dan pendidikan terhadap kompetensi perlu diupayakan terus menerus untuk menciptakan generasi yang handal. Memuji diri-Nya melalui penciptaan pujian pada murid sebagai makhluk-Nya. Menyentuh hati mereka dengan pujian sejatinya berada dalam medan makna memuji-Nya. Berbeda dengan murka, yang akan menyeret manusia pada kenistaan. Terkecuali bagi mereka yang menyesalinya dan penuh kesadaran untuk berbuat baik. Dari sisi ini, pembaca ayat di atas, terlebih guru akan lebih tersadarkan bahwa pujian lebih berdampak hebat pada perkembangan dibandingkan dengan hukuman. Mungkin ada benarnya, law of effect dari pemikiran Behaviorisme, dalam pujian akan mengembangkan kapasitas insan terdidik untuk mencapai kebaikan dan pencapaian positif. Terlebih, al-Qur’an sudah mengisyaratkan bagi dunia pendidikan sesuai dengan ayat tersebut. Wallahu A’lam. Editor An-Najmi
Oleh Ki Umar Jogja 17 Agustus 2017 WEJANGAN RASA SAJATI Bait 01 “Satuhu ngelmu kang sejati iku tan tinggal Hyang Tunggal. Kang kasebut iki saktemene keyakinan kang bener. Mulo sira nyebuto asmaning Pangeraniro kang Maha Agung” Sesungguhnya ngelmu ilmu hikmah yang sejati itu, tidak akan meniadakan Tuhan. Inilah keyakinan yang benar. Maka bertasbihlah menyebut nama Tuhanmu Yang Maha Agung. Ki Umar Jogja Ilmu dan ngelmu itu berbeda. Ilmu itu dari konsep teori yang rasional dan dapat dianalisa, lalu disebut ilmiah dari kata ilmu yang mendapat akhiran -iyyah bahasa Arab yang bermakna mempunyai sifat. Contohnya ilmu pengetahuan yang diajarkan di sekolah formal, bersifat teori analisis. Sedangkan Ngelmu sebaliknya, konsep teori dari yang tidak rasional analisis. Ngelmu bahasa Jawa adalah sesuatu hal yang tidak hanya cukup dipahami tetapi juga harus diamalkan laku dengan penghayatan, maka akan dirasakanlah ngelmu itu. Ada ungkapan Jawa “ngelmu iku kelakon kanthi laku” ia akan terjadi jika diamalkan. Contohnya Aji-Mantra. Dari kalangan santri, sering kita dengar tentang kata “Ilmu Hikmah“, yaitu pengamalan doa-dzikir wirid yang disertai dengan amaliyah pengekangan hawa nafsu. Contohnya dengan diiringi amalan puasa. Kata Hikmah berasal dari kata Hakama yang arti mulanya adalah menghalangi, lalu bermakna kendali. Mengendalikan hawa nafsu yang mengajak keburukan, misalnya dengan berpuasa itu. Sebab puasa / shaum / siyam juga bermakna sama, yaitu menahan diri. Kata “Hikmah” banyak tertera di Al Quran. Hikmah adalah kemampuan yang mengandung pengetahuan ilahiyyah, yang artinya tidak hanya bersifat teori semata tetapi juga pengamalan aplikasi. Dalam pandangan saya, ini berarti pengertian ILMU HIKMAH dari kalangan santri sama dengan NGELMU bagi penghayat ilmu mistik Jawa. Dianugerahkan oleh Tuhan kepada manusia. Sebab tiada daya dan upaya selain dariNYA. DIA-lah sumber inspirasi dari segala ilmu yang diilhamkan dalam kalbu manusia. Maka sudah sepatutnya adanya pengakuan KEIMANAN kepadaNYA. Barangsiapa yang menemukan ilmu dan Hikmah tetapi tidak mampu melihat wajah Tuhan, maka sesungguhnya ia telah terhijab. Dan barangsiapa telah yang menemukan ilmu dan Hikmah, sedangkan dirinya mampu melihat wajah Tuhannya maka sungguh itu adalah karunia yang besar. Patut bersyukur dengan mengagungkan asma-NYA. DIA menganugerahkan AL-HIKMAH kepada siapa yang DIA kehendaki dan barangsiapa yang diberi HIKMAH, maka sungguh ia telah diberi kebaikan yang banyak. Dan tidak ada yang dapat mengambil pelajaran kecuali ulul albab orang-orang yang mempunyai akal dan hati yang bersih. Al Baqarah 269 —o0o— Ki Umar Jogja
Surat al-Fatihah, awal surat dalam al-Qur’an itu ternyata menyiratkan perintah untuk belajar sejarah. Mungkin banyak yang tidak sadar, walau setiap hari setiap muslim pasti mengucapkannya. Tidak sekali bahkan. Tetapi banyak yang tidak menyadari sebagaimana banyak yang tidak mempunyai kesadaran untuk membaca, mengkaji, mendalami sejarah Islam. Bermula dari doa seorang muslim setiap harinya “Tunjukilah kami jalan yang lurus.” QS. al-Fatihah [1] 6 Jalan lurus, yang oleh para mufassir ditafsirkan sebagai dienullah Islam itu, dengan gamblang digambarkan dengan ayat selanjutnya dalam al-Fatihah “yaitu Jalan orang-orang yang telah Engkau beri nikmat kepada mereka; bukan jalan mereka yang dimurkai dan bukan pula jalan mereka yang sesat.” Di sinilah perintah tersirat untuk belajar sejarah itu bisa kita dapatkan. Ada tiga kelompok yang disebutkan dalam ayat terakhir ini; Kelompok yang telah diberi nikmat oleh Allah Kelompok yang dimurkai Allah Kelompok yang sesat Ketiga kelompok ini adalah generasi yang telah berlalu. Generasi di masa lalu yang telah mendapatkan satu dari ketiga hal tersebut. Kelompok pertama, generasi yang merasakan nikmat Allah. Imam Ibnu Katsir dalam tafsirnya Tafsir Ibnu Katsir 1/140, al-Maktabah al-Syamilah menjelaskan bahwa kelompok ini dijelaskan lebih detail dalam Surat an-Nisa 69-70, “Dan barangsiapa yang mentaati Allah dan RasulNya, mereka itu akan bersama-sama dengan orang-orang yang dianugerahi nikmat oleh Allah, yaitu Nabi-nabi, para shiddiiqiin, orang-orang yang mati syahid, dan orang-orang saleh. Dan mereka itulah teman yang sebaik-baiknya. QS. an-Nisa [4] 69-70 “Yang demikian itu adalah karunia dari Allah, dan Allah cukup mengetahui.” Ada kata penghubung yang sama antara ayat ini dengan ayat dalam al-Fatihah di atas. Yaitu kata أنعم yaitu mereka yang telah dianugerahi nikmat. Sehingga Imam Ibnu Katsir menafsirkan ayat dalam al-Fatihah tersebut dengan ayat ini. Mereka adalah Para nabi, para shiddiqin, para syuhada’ dan para shalihin. Kesemua yang hadir dalam dalam doa kita, adalah mereka yang telah meninggal. Ini adalah perintah tersirat pertama agar kita rajin melihat sejarah hidup mereka. Untuk tahu dan bisa meneladani mereka. Agar kita bisa mengetahui nikmat seperti apakah yang mereka rasakan sepanjang hidup. Agar kemudian kita bisa mengikuti jalan lurus yang pernah mereka tempuh sekaligus bisa merasakan nikmat yang telah mereka merasakan. Perjalanan hidup mereka tercatat rapi dalam sejarah. Ukiran sejarah abadi mengenang, agar menjadi pelajaran bagi setiap pembacanya. Kelompok kedua, mereka yang dimurkai Allah. Imam Ibnu Katsir Tafsir Ibnu Katsir 1/141, al-Maktabah al-Syamilah kembali menjelaskan bahwa mereka yang mendapat nikmat adalah mereka yang berhasil menggabungkan antara ilmu dan amal. Adapun kelompok yang dimurkai adalah kelompok yang mempunyai ilmu tetapi kehilangan amal. Sehingga mereka dimurkai. Kelompok ini diwakili oleh Yahudi. Sejarah memang mencatat bahwa mereka yang menentang Nabi Muhammad SAW sekalipun, sesungguhnya tahu dengan yakin bahwa Muhammad SAW adalah Nabi yang dijanjikan dalam kitab suci mereka akan hadir di akhir zaman. Sekali lagi, mereka bukanlah masyarakat yang tidak berilmu. Justru mereka telah mengantongi informasi ilmu yang bahkan belum terjadi dan dijamin valid. Informasi itu bersumber pada wahyu yang telah mereka ketahui dari para pemimpin agama mereka. “Demi Allah, sungguh telah jelas bagi kalian semua bahwa dia adalah Rasul yang diutus. Dan dialah yang sesungguhnya yang kalian jumpai dalam kitab kalian….” kalimat ini bukanlah kalimat seorang shahabat yang sedang berdakwah di hadapan Yahudi. Tetapi ini adalah pernyataan Ka’ab bin Asad, pemimpin Yahudi Bani Quraidzah. Dia sedang membuka ruang dialog dengan masyarakatnya yang dikepung oleh pasukan muslimin, untuk menentukan keputusan yang akan mereka ambil. Maka benar, bahwa Yahudi telah memiliki ilmu yang matang, tetapi mereka tidak mau mengikuti kebenaran tersebut. Inilah yang disebut oleh Surat al-Fatihah sebagai masyarakat yang dimurkai. Para ulama menjelaskan bahwa tidaklah kaum Bani Israil itu diberi nama Yahudi dalam al-Qur’an kecuali dikarenakan setelah menjadi masyarakat yang rusak. Rangkaian doa kita setiap hari ini menyiratkan pentingnya belajar sejarah. Untuk bisa mengetahui detail bangsa dimurkai tersebut, bagaimana mereka, seperti apa kedurhakaan mereka, ilmu apa saja yang mereka ketahui dan mereka langgar sendiri, apa saja ulah mereka dalam menutup mata hati mereka sehingga mereka berbuat tidak sejalan dengan ilmu kebenaran yang ada dalam otak mereka. Sejarah mereka mengungkap semuanya. Kelompok ketiga, mereka yang sesat. Para ulama tafsir menjelaskan bahwa bagian dari penafsirannya adalah masyarakat Nasrani. Masyarakat ini disebut sesat karena mereka memang tidak mempunyai ilmu. Persis seperti orang yang hendak berjalan menuju suatu tempat tetapi tidak mempunyai kejelasan ilmu tentang tempat yang dituju. Pasti dia akan tersesat jalan. Kelompok ketiga ini kehilangan ilmu walaupun mereka masih beramal. Masyarakat ini mengikuti para pemimpin agamanya tanpa ilmu. Menjadikan mereka perpanjangan lidah tuhan. Sehingga para pemimpin agamanya bisa berbuat semaunya, menghalalkan dan mengharamkan sesuatu. Sebagaimana yang jelas tercantum dalam ayat “Mereka menjadikan orang-orang alimnya dan rahib-rahib mereka sebagai tuhan selain Allah dan juga mereka mempertuhankan Al Masih putera Maryam, padahal mereka hanya disuruh menyembah Tuhan yang Esa, tidak ada Tuhan yang berhak disembah selain Dia. Maha suci Allah dari apa yang mereka persekutukan.” QS. at-Taubah [9] 31 Kisah’ Adi bin Hatim berikut ini menjelaskan dan menguatkan ayat di atas, Dari Adi bin Hatim radhiallahu anhu berkata Aku mendatangi Nabi shallallahu alaihi wasallam dan di leherku ada salib terbuat dari emas, aku kemudian mendengar beliau membaca ayat Mereka menjadikan orang-orang alimnya dan rahib-rahib mereka sebagai tuhan selain menyatakan Ya Rasulullah sebenarnya mereka tidak menyembah rahib-rahib menjawab Benar. Tetapi para rahib itu menghalalkan untuk mereka apa yang diharamkan Allah dan mengharamkan apa yang dihalalkan Allah, maka itulah peribadatan kepada para rahib itu. HR. Tirmidzi dan Baihaqi, dihasankan oleh Syekh al-Albani Bagaimanakah mereka masyarakat nasrani menjalani kehidupan beragama mereka? Bagaimanakah mereka menjadikan pemimpin agama mereka menjadi perwakilan tuhan dalam arti boleh membuat syariat sendiri? Di manakah kesesatan mereka dan apa efeknya bagi umat Islam dan peradaban dunia? Semuanya dicatat oleh sejarah. Inilah doa yang selama ini kita mohonkan dalam jumlah yang paling sering dalam keseharian kita. Al-Fatihah yang merupakan surat pertama. Bahkan surat pertama yang biasanya dihapal terlebih dahulu oleh masyarakat ini. Surat utama yang paling sering kita baca. Surat yang mengandung doa yang paling sering kita panjatkan. Siratan perintah untuk belajar sejarah sangat kuat terlihat. Maka sangat penting kita memperhatikan kandungan surat yang paling akrab dengan kita ini. Agar terbukti dengan baik dan benar doa kita; “Tunjukilah kami jalan yang lurus. yaitu Jalan orang-orang yang telah Engkau beri nikmat kepada mereka; bukan jalan mereka yang dimurkai dan bukan pula jalan mereka yang sesat.” QS. al-Fatihah [1] 6-7
ilmu sejati al fatihah